Pendirian PT oleh suami dan Istri, syarat dan Peraturannya.
Pengantar
Pada dasarnya tidak ada larangan bagi pasangan suami-istri untuk mendirikan suatu badan usaha, dan menjadi pemegang saham Pada suatu Persereoan Terbatas (PT), Jika dalam Perusahaan tersebut terdapat pihak lain yang juga menjadi pemegang saham. Namun jika pada saat pendirian PT hanya ada suami dan istri saja sebagai pemegang saham, maka persyaratan pendirian PT tidak dapat terpenuhi dan diperlukan Perjanjian pisah harta diantara pasangan suami istri tersebut.
Pengertian
Pengertian Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 20007 adalah,
Yang selanjutnya disebut pereseroan terbatas merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaanya.
"Ketentuan terkait pendirian Perseroan Terbatas diperjelas dalam UU no.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yaitu pada pasal 7 ayat(1) yang menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia"
Selanjutnya Pengertian Perkawinan Merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas Undang-Udang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
5. Undang-Undang NOmor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Pendirian PT Dengan Suami Istri Sebagai Pemegang Saham
Berdasarkan Undang-undang Perkawinan harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan akan menjadi harta bersama, karena ada peleburan harta dalam perkawinan, maka suami istri dianggap sebagai satu subjek hukum. Oleh karena itu suami istri tidak dapat menjadi pemegang saham dalam satu perseroan jika pemegang saham dalam perseroan tersebut hanyalah dua orang saja yaitu suami dan istri yang dimana ini adalah harta bersama.
"Dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), dijelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Yang artinya bahwa sesudah seorang pria dan wanita secara sah melakukan perkawinan, maka harta yang mereka dapatkan/hasilkan setelah perkawinan disebut sebagai harta bersama."
Merujuk pada definisi tentang perkawinan dengan adanya percampuran harta suami dan istri dengan ketentuan dasar pendirian PT sesuai UU PT di atas, maka bisa dikatakan bahwa suami dan istri tidak bisa menjadi pemegang saham dalam satu PT apabila dalam PT tersebut terdiri hanya dua orang yaitu suami dan istri dengan konsep kepemilikan harta bersama.
Namun di dalam UU PT tidak disebutkan adanya larangan suami dan istri untuk menjadi pemegang saham pada perusahaan dengan ketentuan dalam perusahaan tersebut terdapat pihak lain yang juga menjadi pemegang saham tambahan.
Dengan kata lain suami dan istri bisa mendirikan perusahaan dengan syarat ada satu orang yang juga menjadi pemegang saham di perusahaan tersebut.
Lalu bagaimana jika tidak ada pihak lain yang menjadi pemegang saham jika suami dan istri ingin mendirikan perusahaan?
Apabila dalam Perseroan Terbatas hanya terdapat dua pemegang saham yaitu suami dan istri saja sebagai pemegang saham maka persyaratan dasar pendirian PT dapat dikatakan tidak terpenuhi secara hukum, kecuali terdapat Perjanjian Kawin sebagai pemisahan kepemilikan harta diantara pasangan suami istri tersebut.
Dengan adanya Perjanjian Kawin, Suami dan istri memiliki harta terpisah dan berwenang melakukan perbuatan hukum atas hartanya masing-masing, sehingga keduanya dapat menjadi pendiri dan pemegang saham terpisah.
Sekilas Tentang Perjanjian Perkawinan
Pengertian mengenai perjanjian Kawin tercantum pada pasal 29 ayat (1) tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan yaitu merupakan salah satu bentuk dari perjanjian yang dibuat antara kedua pihak atas persetujuan bersama untuk mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan dimana perjanjian tersebut berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Perjanjian Perkawinan dilakukan sebelum perkawinan dilakukan dan tidak dapat disahkan apabila melanggar batas hukum, agama dan kesusilaan.
Namun Berdasarkan Putusan mahakamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 memberikan politik hukum baru, dimana perjanjian perkawinan yang semula hanya dapat dibuat oleh calon suami dan istri sebelum perkawinan (Prenuptial Agreement), sekarang dapat dibuat oleh suami istri setelah perkawinan berlangsung.
Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang berbunyi :
“Pada waktu, sebelum perkawinan dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.
Bisakah Suami dan Istri Menjadi Direktur dan Komisaris?
Dalam UU PT tidak tertulis aturan yang melarang bahwa jabatan Dewan Komisaris dan Direksi dalam suatu Perusahaan dijabat oleh sudami dan istri, elama mereka memenuhi syarat menjadi Dewan Komisaris dan Direksi dan diangakt oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dengan kata lain Suami dan istri bisa menjadi Direktur atau Komisaris dalam suatu Perusahaan, baik dengan perjanjian kawin maupun dengan konsep kepemilikan harta bersama.
Pasal 93 Ayat (1) dan Pasal 110 Ayat (1) Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun
2007 yang isinya hampir sama yaitu sebagai berikut :
"Yang dapat diangkat menjadi Dewan Komisaris dan Anggota Direksi adalah
orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negaradan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan."
Kesimpulan
Dengan penjelasan diatas sudah jelas jika pasangan suami istri bisa mendirikan Perseroan Terbatas baik itu sebagai pemegang saham dan sebagai Dewan Direksi atau Komisaris,dengan aturan dan persyaratan yang sudah ditentukan, Pendirian Perseroan terbatas dengan pemegang saham suami dan istri dan tambahan 1 orang lagi sebagai pemegang saham, namun bisa juga dengan surat Perjanjian Kawinn antara Suami dan Istri.
Untuk pengurusan legalitas percayakan pengurusannya di virtualofficescbd.id. kami siap membantu prosesnya sampai tuntas
Semoga informasi diatas dapat membantu dan bermanfaat bagi bisnis anda.
Virtual Office SCBD: Mulai 3 juta-an
Virtual Office SCBD adalah solusi cerdas untuk Anda yang membutuhkan alamat legalitas di daerah SCBD yang sangat prestisius.
Dengan 3 juta-an Rupiah, kamu sudah memiliki kantor berupa layanan virtual office selama 1 (satu) tahun di Gedung Bursa Efek Indonesia di SCBD. Hubungi kami sekarang juga dengan klik tombol ini!